Jannah Theme License is not validated, Go to the theme options page to validate the license, You need a single license for each domain name.

Pemberdayaan Masyarakat Terkait Cara Belajar Insan Aktif dalam Memilih Obat

Oleh : Krisyanella,M.Farm.,Apt, Resva Meinisasti, M.Farm.,Apt, Heti Rais Khasanah, M.Sc.,Apt, Zamharira Muslim, M.Farm.,Apt, Nadia Pudiarifanti, M.Sc.,Apt, Avrilya Iqoranny, M.Pharm.Sci.,Apt, Dira Irnameria, M.Sc

BENGKULU, newsikal.com – Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan sediaan farmasi tanpa resep oleh seseorang atas inisiatifnya sendiri. Swamedikasi ini telah menjadi budaya di kalangan masyarakat.

Bahkan, swamedikasi biasanya digunakan untuk mengatasi keluhan-keluhan penyakit ringan yang banyak dialami masayarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, diare, penyakit kulit, dan lain-lain. Swamedikasi dilakukan masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan.

Seperti yang disampaikan salah satu tim Pengabmas dosen Poltekkes Kemenkes Bengkulu ini, Krisyanella, apabila dalam penggunaannya tidak rasional, swamedikasi dapat menimbulkan kerugian seperti kesalahan pengobatan karena ketidaktepatan diagnosis sendiri, penggunaan obat yang terkadang tidak sesuai karena informasi bias dari iklan sediaan farmasi di media, pemborosan waktu dan biaya apabila timbul reaksi sediaan farmasi yang tidak diinginkan seperti sensitivitas, alergi, efek samping atau resistensi.

“Untuk menanggulangi hal tersebut perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan awereness masyarakat dalam pemilihan obat yang benar, salah satunya melalui program Cara Belajat Insan Aktif (CBIA),” ujarnya saat pengabmas di Kecamatan Teluk Segara.

Dijelaskannya, metode CBIA adalah suatu metode yang digunakan untuk masyarakat agar lebih terampil, waspada, serta berhati-hati dalam memilih obat sehingga pengobatan swamedikasi menjadi lebih efektif, aman dan menghemat biaya untuk pengobatan lain. Kemudahan masyarakat dalam memperoleh obat tanpa resep menimbulkan kecenderungan meningkatnya pengobatan sendiri.

“Selain itu, memang informasi yang keliru dalam pengobatan sendiri dapat memperparah penyakit pasien dan meningkatkan biaya pengobatan,” ungkapnya.

Dicontohkannya, banyak kasus yang telah dilaporkan akibat penggunaan obat sembarang hingga kematian akibat kesalahan penggunaan obat. Bengkulu juga pernah tercatat memiliki kasus keracunan obat salah satunya adalah di wilayah Kecamatan Teluk Segara.

“Untuk itu, diperlukan pengabdian masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait obat seperti ini,” cetusnya.

Sementara itu, disampaikannya tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan informasi kepada mayarakat terkait dengan obat-obatan, mengubah perilaku dan sikap ibu-ibu dalam melakukan kegiatan swamedikasi, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Metode yang digunakan pada kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) dengan menggunakan alat pembantu berupa kuesioner, buku saku, banner, obat-obatan, lembar balik dan penyuluhan.

Lalu, peserta pengabdian masyarakat diberikan pre test sebelum materi atau penyuluhan dimulai. Pre test ini dilaksanakan untuk melihat sejauh mana pengetahuan peserta terkait dengan informasi terkait obat.

“Setelah pre test dilaksanakan, hasil pretest dikoreksi oleh Tim Pengabmas,” ucapnya.

Acara dilanjutkan dengan penyuluhan berupa pemberian informasi kepada peserta dengan metode presentasi melalui powerpoint dikombinasi dengan banner, buku saku dan lembar balik. Setelah pemberian informasi dengan penyuluhan, peserta diberikan Quiz dengan doorprise untuk meningkatkan ketertarikan peserta dalam menerima informasi dan untuk mengetahui sejauh mana peserta pemahaman peserta.

Informasi yang diberikan adalah terkait penggunaan antibiotik, Tanya 5O, Dagusibu, jenis Obat. Acara dilanjutkan dengan memberikan simulasi dengan memperlihatkan bentuk asli obat dan peserta diminta untuk mengelompokkan obat berdasarkan pada jenis obatnya. Pada tahap ini peserta dibagi menjadi 4 kelompok besar. Masing-masing kelompok diberikan 15 jenis obat yang berbeda-beda, dengan berbagai merek dan indikasi yang berbeda-beda.

“Tahap ini peserta selain diminta untuk mengelompokkan obat, diminta juga untuk melihat berbagai informasi yang ada pada kemasan atau leaflet obat,” kata perempuan yang akrab disapa Ella ini.

Post test, lanjutnya, dilakukan untuk melihat perkembangan pengetahuan peserta sebelum diberikan materi maupun pengetahuan atau pemahaman peserta setelah pemberian edukasi terkait obat oleh Tim. Kuesioner Pre test dan post test ini memiliki jumlah soal sebanyak 10 soal (soal terlampir). Setiap soal yang benar diberikan nilai 1, sedangkan jika jawaban salah maka diberikan nilai 0.

Berdasarkan hasil yang didapatkan secara keseluruhan peserta dari kedua tempat dilakukan pengabdian masyarakat, didapatkan bahwa dari 80 peserta yang hadir, hanya 55 peserta yang mengikuti atau menjawab soal pre test dan post test secara lengkap. Hasil tersebut tidak lengkap kemungkinan disebabkan karena peserta ada yang datang terlambat, ada peserta yang pulang mendahului sebelum acara selesai, dan peserta lupa memberikan kembali kuesioner yang dibagikan. Berdasarkan hasil post test terlihat adanya peningkatan pemahaman peserta terkait obat sebanyak 74,54%.

“Hasil pengabdian masyarakat ini secara sekeluruhan, hampir sama dengan penelitian yang pernah telah dilaksanakan, bahwa edukasi CBIA ini sangat memberikan manfaat yang baik kepada masyarakat sehingga masyarakat lebih paham dan lebih hati-hati dalam konsumsi obat,” paparnya.

Bahkan penuturan dari peserta menyebutkan bahwa dengan adanya edukasi CBIA ini yang bisanya minum obat dengan frekuensi yang asal, menjadi lebih paham dalam kapan mereka harus konsumsi obat yang baik, cara membaca leaflet obat, mewaspadi efek samping, mencari zat aktif dan sebagainya. Peserta juga menjadi lebih paham terkait dengan penggunaan antibiotic yang tidak boleh diberikan secara sembarangan karena penggunaan antibiotika yang sembarangan mampu meningkatkan angka resistensi antibiotik di masyarakat.

Pendidikan atau edukasi berkelanjutan perlu dilaksanakan untuk mengendalikan penggunaan obat yang tidak rasional, menurunkan angka keracunan obat serta menurunkan angka resistensi antibiotik. Namun dirinya berharap, edukasi ini terutama di Bengkulu, perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih paham terkait pemberian obat, baik untuk diri sendiri, untuk keluarga, tetangga atau masyarakat sekitar.(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

You cannot copy content of this page