Jannah Theme License is not validated, Go to the theme options page to validate the license, You need a single license for each domain name.

Peningkatan Hasil Belajar Fisika Melalui Penerapan Metode Quantum Learning Menggunakan Media Alat Peraga Sederhana

OLEH Triana, Neni SMA Negeri 7 Kota Bengkulu

BENGKULU, newsikal.com –

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the increase in student learning outcomes in class XI MIPA 3 through the application of the Quantum Learning Method Using Simple Teaching Aids at SMAN 7 Bengkulu City. This research is a Classroom Action Research conducted in three cycles. The subjects in this study were 36 students of class XI MIPA 3. Data obtained from tests and observation sheets were analyzed using descriptive statistics. This research was conducted in four stages: planning, action, observation, and reflection. Based on the analysis of the results and discussion, it was obtained: (a) the application of the quantum learning method using simple teaching aids can increase student activity and learning outcomes, namely in cycle I obtaining an average score of 28 (enough), cycle II of 32 (good), and cycle III of 35 (good), (b) student learning outcomes increased where the average value of cycle I was 77.26 cycle II was 81.95 and cycle III was 85.81. The absorption capacity of students in cycle I was 77.00%, cycle II was 82.00%, and cycle III was 86.00%, and cycle I was 61.11% complete, cycle II was 75.00% and cycle III was 94.44%. For the learning outcomes of students’ scientific performance, it can be seen that the increase is in cycle I of 18 (enough), cycle II of 21 (good) and cycle III of 24 (very good)

Key words: learning activities and results, quantum learning method, simple visual aids.

 

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas XI MIPA 3 melalui Penerapan Metode Quantum Learning Menggunakan Media Alat Peraga Sederhana di SMAN 7 Kota Bengkulu. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MIPA 3 yang berjumlah 36 orang. Data yang diperoleh dari tes dan lembar observasi dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Berdasarkan analisis hasil dan pembahasan diperoleh: (a) penerapan metode quantum learning dengan menggunakan media alat peraga sederhana dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa yaitu pada siklus I memperoleh rata-rata skor 28 (cukup), siklus II sebesar 32 (baik), dan siklus III sebesar 35 (baik), (b) hasil belajar siswa meningkat dimana nilai rata-rata siklus I sebesar 77,26 siklus II sebesar 81,95 dan siklus III sebesar 85,81. Daya serap siswa siklus I sebesar 77,00%, siklus II sebesar 82,00%, dan siklus III sebesar 86,00%, dan ketuntasan belajar siklus I sebesar 61,11%, siklus II sebesar 75,00% dan siklus III sebesar 94,44%. Untuk hasil belajar kinerja ilmiah siswa dapat dilihat peningkatannya yaitu siklus I sebesar 18 (cukup), siklus II sebesar 21 (baik) dan pada siklus III sebesar 24 (sangat baik).

Kata kunci :  Aktifitas dan hasil belajar, metode quantum learning, alat peraga sederhana.

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ). Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu : Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Sedangkan menurut H. Horne, pengertian pendidikan  adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia. Dari beberapa pengertian pendidikan menurut ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain. Yang dimaksud dengan bantuan orang lain disini adalah bantuan dari seorang guru kepada muridnya. Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dapat diberikan melalui kegiatan pembelajaran di sekolah.

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik (guru) agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap (perilaku) dan kepercayaan pada murid. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu murid agar dapat belajar dengan baik. Menurut Oemar Hamalik (2010:57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sistem pembelajaran yang kretif dan inovatif semakin dikembangkan sehingga siswa dapat mengembangkan seluruh potensi diri, selain juga memunculkan keinginan untuk maju diikuti ketertarikan untuk menemukan hal-hal baru pada bidang yang diminati melalui belajar mandiri (self study) yang kuat. Dengan perkembangan bidang teknologi informasi yang mendorong kemajuan dunia ilmu pengetahuan, menyebabkan dunia pendidikan harus memiliki kemampuan untuk memanfaatkan teknologi tersebut secara maksimal (Asmani, 2009: 32-33).

Fisika adalah bagian dari ilmu pengetahuan alam yang merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisir tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Pembelajaran fisika mutlak memerlukan kegiatan penyelidikan/percobaan atau kinerja ilmiah dan selalu harus dikembangkan rasa ingin tahu dengan pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan kerja ilmiah (Supriyati, 2007:7.3).

Dengan kualitas pendidikan yang baik maka akan menghasilkan penguasaan konsep dan hasil belajar fisika yang baik pula dari para siswa. Untuk dapat menghasilkan penguasaan konsep dan hasil belajar fisika yang baik maka diperlukan metode pembelajaran yang mendukung dalam penerapannya. Salah satu metode yang telah dikenal luas dalam dunia pendidikan adalah metode pembelajaran quantum learning. Metode pembelajaran quantum learning merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat dipilih agar pembelajaran menjadi efektif, efisien, dan menyenangkan.

Quantum learning merupakan gabungan yang sangat seimbang antara bekerja dan bermain, antara rangsangan internal dan eksternal. Prinsip utama metode pembelajaran quantum learning adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar baik secara positif maupun negatif. Menurut DePorter & Hernacki (Arifin, Sudarti, & Lesmono, 2016). Quantum Learning adalah model pembelajaran yang mampu mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta memberi pemahaman kepada siswa bahwa belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Sedangkan Menurut Hamdayana (2014), quantum learning adalah model pembelajaran yang berupaya memadukan (mengintegrasikan, menyinergikan, mengelaborasikan) faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran.

Quantum learning adalah suatu cara pandang baru yang memudahkan proses belajar siswa dengan pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansa yang ada di dalam dan di sekitar situasi lingkungan belajar melalui interaksi yang ada di sekitar kelas (Leasa dan Ernawati ; 2013).

Dalam penerapan metode pembelajaran quantum learning penulis akan menggunakan alat peraga, karena pembelajaran yang efektif sebaiknya menggunakan alat peraga. Zhulaikha (197:129) mengungkapkan, para guru menyadari betapa pentingnya alat peraga dan alat-alat sederhana dalam proses pembelajaran, selain mempermudah siswa memahami konsep-konsep/ prinsip-prinsip yang umumnya bersifat abstrak, juga dapat menciptakan suatu kondisi agar siswa dapat belajar dengan penuh kegembiraan, yang berarti pula akan meningkatkan motivasi dan kegairahan belajar.

Agus (2007: 91) mengatakan : Jika tidak mampu menciptakan alat peraga, paling tidak seorang guru harus mampu membuat alat peraga meskipun dengan mencontoh karya cipta orang lain dan tidak harus membeli. Sehingga alat peraga yang dibutuhkan tidak selamanya hanya dipenuhi dengan biaya tinggi. Alternatif yang memungkinkan untuk ditempuh adalah membuat alat peraga sederhana dengan biaya yang rendah, misalnya dengan memanfaatkan barang-barang bekas.

Dari uraian di atas, maka penulis beranggapan bahwa perlu dilaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau classroom action research untuk mengatasi masalah yang dihadapi di lapangan melalui penerapan metode pembelajaran quantum learning dengan media alat peraga sederhana. Penelitian ini akan penulis fokuskan pada siswa kelas XI MIPA 3 karena penulis mengajar pada kelas tersebut. Penulis berharap melalui penelitian ini penulis dapat membuktikan bahwa, apakah penggunaan metode pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan pemahaman siswa sehingga nilai rata-rata kelas khususnya pada mata pelajaran fisika dapat meningkat. Selanjutnya, untuk mempermudah dan memperjelas penelitian dan pembahasan, penggunaan metode ini akan membatasi pada pokok bahasan suhu dan kalor pada mata pelajaran fisika. Penggunaan metode pembelajaran quantum learning dalam penelitian ini karena metode pembelajaran quantum learning merupakan salah satu metode yang nonkonvensional untuk menumbuhkan kesan yang positif pada siswa terhadap pelajaran fisika.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Fisika Melalui Penerapan Metode Quantum Learning Menggunakan Media Alat Peraga Sederhana”. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 7 Kota Bengkulu.

PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan penelitian pada proses pembelajaran melalui metode pembelajaran quantum learning dengan menggunakan alat peraga sederhana pada konsep suhu dan kalor dari 3 siklus yang telah dilaksanakan, terdapat peningkatan aktivitas belajar siswa, seperti yang diperlihatkan pada tabel berikut:

Jika dibuat dalam bentuk grafik hasil pemahaman konsep siswa pada siklus I maka gambarnya adalah sebagai berikut

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada siklus I diperoleh rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 28 termasuk dalam kriteria cukup. Hal ini disebabkan karena masih terdapat beberapa kekurangan dalam proses belajar mengajar. Siswa pun masih belum serius dengan penerapan metode pembelajaran quantum learning dengan menggunakan alat peraga sederhana yang diterapkan oleh guru. Pada siklus II diperoleh skor rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 32, sedangkan pada siklus III diperoleh skor rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 35. Skor ini termasuk pada kriteria baik. Peningkatan ini disebabkan karena siswa sudah mulai tertib dengan pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Peningkatan aktivitas belajar siswa juga disebabkan karena guru telah memperbaiki kelemahan atau kekurangan yang terjadi pada siklus sebelumnya. Selain itu, siswa-siswa juga telah memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus sebelumnya atau siklus I dan II.

Pada fase tumbuhkan di siklus I siswa kurang  aktif dalam menjawab pertanyaan prasyarat dari guru, hal ini disebabkan karena siswa belum membaca materi yang akan dipelajari yaitu mengenai pengaruh kalor terhadap suhu dan wujud zat. Siswa juga kurang aktif dalam menyebutkan manfaat yang akan mereka peroleh dari proses pembelajaran yang dilaksanakan, hal ini disebabkan karena siswa masih merasa takut dan malu berbicara di depan orang banyak. Pada siklus II dan III siswa sudah mempersiapkan diri dengan belajar di rumah, sehingga saat diberikan pertanyaan prasyarat dari guru, siswa aktif menjawab dan tidak pasif seperti siklus sebelumnya. Siswa juga mulai aktif saat diminta menyebutkan manfaat yang akan mereka dapat dari proses pembelajaran.

Pada fase alami di setiap siklus siswa tidak menghadapi kesulitan, siswa aktif dalam menyampaikan pengalaman mereka yang berhubungan dengan materi suhu dan kalor. Hal ini dikarenakan banyak sekali kejadian di kehidupan mereka sehari-hari yang berhubungan dengan materi.

Begitu juga pada fase namai, hampir di setiap siklus siswa tidak menghadapi kesulitan, siswa aktif dalam memberikan identitas pengalaman yang berhubungan dengan materi suhu dan kalor. Hal ini sesuai dengan pernyataan A’la, Miftahul (2010 :36) bahwa dengan pemberian nama kita bisa memuaskan otak siswa, membuat mereka penasaran penuh dengan pertanyaan mereka sendiri.

Pada fase demonstrasikan di siklus I siswa belum siap melaksanakan percobaan terlihat dari kurangnya kerjasama antara siswa dalam satu kelompok dan siswa seperti masih bingung apa yang harus dilakukan. Terdapat beberapa kelompok yang tidak mendengarkan penjelasan guru mengenai alat dan bahan serta langkah kerja. Siswa sudah merasa paham dengan langkah kerja dalam LKPD padahal mereka belum mengerti, sehingga pada saat percobaan masih ada siswa yang mengalami kesulitan. Dalam mengerjakan LKPD pun masih ada siswa yang tidak berkelompok (mengerjakan LKPD sendiri), dengan kata lain dalam 1 kelompok hanya beberapa orang yang mengerjakannya. Hal ini disebabkan karena terdapat siswa yang tidak peduli, atau tidak punya tanggung jawab terhadap kelompoknya. Siswa hanya mengandalkan teman anggota kelompok yang lain untuk mengerjakan LKPD. Selain itu juga siswa belum berani mempresentasikan hasil percobaannya dan siswa kurang aktif dalam menanggapi dan bertanya hasil diskusi.

Saat diminta untuk mempresentasikan hasil LKPDnya, hanya 2 kelompok siswa yang mempresentasikan hasil LKPDnya. Sedangkan kelompok yang lain hanya mengamati saja. hal ini disebabkan karena siswa masih merasa takut dan malu untuk berbicara di depan orang banyak. Dalam melakukan presentasipun siswa masih mempresentasikan dengan seadanya, tanpa dikembangkan lebih jauh lagi. Pada siklus II siswa masih belum tertib dalam melakukan percobaan dan ada yang tidak berkelompok mengerjakan LKPD. Hal ini disebabkan karena terdapat siswa yang tidak peduli, atau tidak punya tanggung jawab terhadap kelompoknya, siswa hanya mengandalkan teman anggota kelompok yang lain untuk mengerjakan LKPD. Siswa masih main-main saat melakukan percobaan, hal ini disebabkan karena tidak adanya keseriusan dari siswa. Pada siklus III siswa yang melakukan percobaan sesuai dengan petunjuk LKPD.

Hal ini disebabkan karena adanya keseriusan dari siswa. Rata-rata kelompok sudah mengerjakan LKPD secara bersama-sama dalam kelompok. Siswa merasa peduli, dan sudah bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Siswa juga bersemangat mengerjakan LKPD, tidak hanya mengandalkan teman sekelompok. menurut A’la, Miftahul (2010 :37) pada fase demostrasikan, guru menyediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan bahwa mereka tahu. Melalui pengalaman belajar tersebut siswa akan mengerti dan mengetahui bahwa ia memiliki kemampuan dan informasi yang cukup.

Pada fase ulangi di siklus I dan II siswa kurang aktif dalam mengulangi poin-poin penting, hal ini disebabkan karena siswa masih merasa takut dan malu untuk berbicara di depan orang banyak. Dan siswa yang berani masih mengulangi poin-poin penting secara acak. Siswa juga kurang aktif dalam membuat kesimpulan, hal ini disebabkan karena siswa tidak mendengarkan penjelasan dari guru sehingga binggung saat diminta membuat  kesimpulan. Pada siklus III terjadi kemajuan pada siswa, siswa mulai aktif dalam membuat kesimpulaan, hal ini dikarena siswa benar-benar mendengarkan penjelasan dari guru sehingga mereka dapat menyimpulkan materi pelajaran pada hari itu dengan mudah. Selain itu siswa mengulangi poin-poin penting secara sistematis. Siswa sudah tidak takut dan malu lagi untuk maju ke depan kelas. Menurut A’la, Miftahul (2010 : 37) pengulangan memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa bahwa “Aku tahu”.

Pada fase rayakan siswa sangat antusias, hal ini disebabkan karena siswa yang tadinya belajar kemudian diajak untuk merayakan keberhasilan mereka dalam belajar, bahkan di siklus II dan III mereka sangat menanti momen ini. Hal ini diharapkan agar siswa tidak bosan dan bersemangat dalam pertemuan berikutnya sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan A’la, Miftahul (2010 :32) yaitu jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. Perayaan memberikan sesuatu sebagai  adalah suatu umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar. Langkah ini perlu agar keinginan siswa untuk belajar akan tumbuh dan berkembang dengan cepat.

Berdasarkan uraian di atas, aktivitas belajar siswa selama pembelajaran melalui penerapan metode pembelajaran quantum learning (QL) dengan menggunakan alat peraga sederhana mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena siswa lebih aktif dibanding pertemuan sebelumnya, perhatian siswa semakin terlihat dalam setiap langkah pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan De Porter (2010 :32) yaitu quantum teaching adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya. Dan quantum teaching juga menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar.

Metode pembelajaran quantum learning (QL) ini menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membosankan sehingga siswa bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran. Selain itu, alat peraga sederhana yang digunakan memudahkan siswa memahami mengenai teori atau materi yang akan dibahas atau dipelajari.  Sesuai dengan pernyataan Zhulaikha (197 :129) yang mengungkapkan bahwa selain mempermudah siswa memahami konsep-konsep/ prinsip-prinsip yang umumnya bersifat abstrak, juga dapat menciptakan suatu kondisi agar siswa dapat belajar dengan penuh kegembiraan, yang berarti pula akan meningkatkan motivasi dan kegairahan belajar.

Hasil Belajar siswa

Hasil belajar siswa ditinjau dari aspek pemahaman konsep dan kinerja ilmiah siswa pada pembelajaran melalui penerapan metode pembelajaran quantum learning (QL) dengan menggunakan alat peraga sederhana pada konsep suhu dan kalor. Maka akan terlihat hasil belajar siswa mengalami peningkatan untuk setiap siklus.

  • Pemahaman Konsep

Hasil belajar pada aspek pemahaman konsep diperoleh dari gabungan nilai  hasil tes setiap siklus dan laporan kelompok, dimana 70% diperoleh dari nilai hasil tes setiap siklus dan 30 % dari laporan kelompok (LKPD). Hasil belajar pemahaman konsep siswa mengalami peningkatan di setiap siklusnya. Adapun perbandingan skor hasil belajar siswa pada setiap siklus diperlihatkan pada tabel 2 :

Berdasarkan data pada tabel 2 diketahui bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada aspek pemahaman konsep. Peningkatan itu yaitu pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 62,6 meningkat menjadi 73,3 pada siklus II dan meningkat kembali menjadi 81 pada siklus III. Di bawah ini merupakan grafik perkembangan nilai rata-rata siswa:

Daya serap siswa yang diperoleh adalah sebesar 77,00% pada siklus I meningkat menjadi 82,00% pada siklus II dan meningkat kembali menjadi 86,00% pada siklus III. Hal ini menunjukkan bahwa daya serap siswa selama kegiatan pembelajaran melalui penerapan metode pembelajaran quantum learning (QL) dengan menggunakan alat peraga sederhana mengalami peningkatan pada  setiap siklus. Pada siklus I hanya 22 dari 36 siswa yang mendapatkan nilai ≥ 80 atau sebesar 61,11% (tuntas), pada siklus II bertambah menjadi 27 siswa yang mendapatkan nilai ≥ 80 atau sebesar 75,00% (tuntas) sedangkan pada siklus III 34 siswa yang mendapatkan nilai ≥ 80 atau sebesar 94,44% (tuntas). Pada siklus II hasil belajar siswa lebih baik dari siklus I, dan siklus III hasil belajar siswa lebih baik dari siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas XI MIPA 3 SMA Negeri 7 Kota Bengkulu sudah baik. Terlihat jelas bahwa ketuntasan belajar siswa selama pembelajaran melalui penerapan metode pembelajaran quantum learning (QL) dengan menggunakan alat peraga sederhana juga mengalami peningkatan pada  setiap siklus.

Peningkatan pada setiap siklus ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) Guru telah berusaha maksimal untuk menerapkan metode pembelajaran quantum learning (QL) menggunakan alat peraga sederhana dengan sebaik-baiknya, (b) Guru telah berusaha memperbaiki kekurangan yang terjadi pada siklus I dan II serta menerapkan lebih baik lagi pada siklus III, (c) Pada siklus III siswa lebih memperhatikan pelajaran, dalam percobaan menggunakan alat peraga sederhana, mereka juga semakin tertarik dan antusias dalam mempelajari konsep suhu dan kalor.

  • Kinerja Ilmiah

Hasil belajar siswa pada aspek kinerja ilmiah siswa juga mengalami peningkatan. Adapun perbandingan skor hasil belajar siswa tersebut pada setiap siklus dapat  dilihat pada tabel 3 berikut ini:

Berdasarkan data yang terlihat pada tabel 3 dapat dikatakan terjadi peningkatan skor kinerja ilmiah siswa. Pada siklus I terdapat 1 kelompok yang termasuk kategori cukup dan kelompok lainnya termasuk dalam kategori baik, untuk siklus II terdapat 1 kelompok yang termasuk kategori sangat baik, dan kelompok yang lain termasuk kategori baik, sedangkan untuk siklus III semua kelompok masuk ke dalam kategori sangat baik. Peningkatan ini disebabkan karena siswa sudah mengikuti petunjuk LKPD dalam mempersiapkan alat dan bahan. Mereka juga lebih teliti dalam melakukan percobaan.

Pada siklus I masih ada item kinerja ilmiah yang belum dilaksanakan dengan baik oleh siswa/kelompok siswa, yaitu: (a) Tingkat kedisiplinan setiap kelompok masih banyak yang kurang dari 50%, (b) Ada beberapa kelompok yang melakukan percobaan tidak sesuai dengan langkah-langkah yang ditentukan dan tidak meggunakan alat peraga sederhana dengan benar, (c) Dari setiap kelompok masih terdapat anggota kelompoknya yang tidak berpartisipasi dalam kerja kelompok, membuat kesimpulan, dan mempresentasikan hasil percobaan.

Pada aspek kedisiplinan, untuk siklus I terdapat 4 kelompok yang termasuk kategori cukup, dan untuk siklus II masih terdapat 2 kelompok yang termasuk kategori cukup, sedangkan pada siklus III tidak ada lagi kelompok yang termasuk kategori cukup. Peningkatan ini disebabkan karena siswa sudah melaksanakan percobaan dengan baik, tidak main-main lagi dan dengan penuh kedisiplinan. Siswa telah memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus sebelumnya.

Pada aspek melakukan percobaan sesuai dengan langkah-langkah yang ditentukan, untuk siklus I terdapat 3 kelompok yang mendapat kategori cukup, pada siklus II terdapat 1 kelompok yang mendapatkan kategori cukup sedangkan pada siklus III tidak ada lagi kelompok yang termasuk kategori cukup. Peningkatan ini dikarenakan siswa telah membaca langkah-langkah kerja sebelum melakukan percobaan serta bertanya apabila menemui kesulitan.

Pada aspek menggunakan alat peraga sederkana dengan benar, untuk siklus I, terdapat 2 kelompok yang termasuk kategori kurang sedangkan kelompok yang lain sudah termasuk kategori baik, sedangkan pada siklus II dan III tidak ada lagi kelompok yang termasuk kategori cukup. Peningkatan ini dikarenakan siswa telah mendengarkan dengan seksama semua penjelasan dan pengarahan dari guru mengenai cara penggunaan alat peraga sederhana dengan benar.

Pada aspek menghargai pendapat teman, untuk siklus I terdapat 2 kelompok yang mendapat kategori cukup, pada siklus II terdapat 1 kelompok yang mendapatkan kategori cukup, sedangkan pada siklus III tidak ada lagi kelompok yang termasuk kategori cukup. Peningkatan ini dikarenakan siswa telah memahami pentingnya bekerja sama dan menghargai pendapat teman saat melakukan percobaan.

Pada aspek berpartisipasi dalam kerja kelompok, untuk siklus I terdapat 2 kelompok yang termasuk kategori kurang sedangkan kelompok yang lain sudah termasuk kategori baik, sedangkan pada siklus II dan III tidak ada lagi kelompok yang termasuk kategori cukup. Peningkatan ini disebabkan karena anggota kelompok sudah memiliki kesadaran. Siswa mulai tergerak untuk saling bekerjasama dengan teman sekelompok untuk menyelesaikan tugas laporan. Anggota kelompok juga sudah merasa memiliki tanggung jawab terhadap kelompoknya. Peningkatan ini dikarenakan siswa telah memahami pentingnya bekerja sama dan berpartisipasi dalam kerja kelompok saat melakukan percobaan.

Pada aspek berpartisipasi dalam membuat kesimpulan, untuk siklus I terdapat 1 kelompok yang mendapat kategori cukup, pada siklus II terdapat 2 kelompok yang mendapatkan kategori cukup, sedangkan pada siklus III tidak ada lagi kelompok yang termasuk kategori cukup. Peningkatan ini dikarenakan siswa telah memahami pentingnya bekerja sama dan berpartisipasi dalam membuat kesimpulan saat melakukan percobaan.

Pada aspek mempresentasikan hasil percobaan, untuk siklus I terdapat 4 kelompok yang mendapat kategori cukup, pada siklus II terdapat 2 kelompok yang mendapatkan kategori cukup, sedangkan pada siklus III tidak ada lagi kelompok yang termasuk kategori cukup. Peningkatan ini dikarenakan siswa telah berani dan tidak malu lagi untuk maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil percobaannya.

Berdasarkan uraian di atas dan dari pengamatan selama proses belajar mengajar berlangsung dapat disimpulkan bahwa peningkatan kinerja ilmiah siswa tersebut disebabkan karena setiap kelompok telah melakukan perbaikan-perbaikan atas kesalahan-kesalahan yang telah terjadi di siklus-siklus sebelumnya. Siswa telah melakukan perbaikan dari setiap aspek kinerja ilmiah. Kesadaran atau tanggungjawab dalam kerjasama kelompokpun telah mereka perlihatkan.

  • Penggunaan Alat Peraga Sederhana

Penggunaan alat peraga sederhana dalam pembelajaran sangat membantu guru dan siswa dalam memahami materi pembelajaran, karena melalui penggunaan alat peraga sederhana siswa dapat mempraktikan dan mengetahui secara langsung penerapan konsep suhu dan kalor dengan jelas, sehingga siswa tidak perlu susah-susah untuk membayangkan. Sesuai dengan pernyataan Zhulaikha (197 :129) yang mengungkapkan bahwa selain mempermudah siswa memahami konsep-konsep/prinsip-prinsip yang umumnya bersifat abstrak, juga dapat menciptakan suatu kondisi agar siswa dapat belajar dengan penuh kegembiraan, yang sangat penting adalah akan meningkatkan motivasi dan kegairahan belajar.

Alat peraga sederhana ini disediakan oleh guru dan digunakan pada saat kelompok siswa melakukan percobaan yaitu pada fase demonstrasikan dari fase-fase metode pembelajaran quantum learning (QL). Konsep suhu dan kalor  yang diajarkan dengan menggunakan alat peraga sederhana ini akan lebih mudah dipahami oleh siswa-siswa sehingga hasil belajar siswa pun akan menjadi lebih baik, karena antusias dan pemahamannya meningkat.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Pembelajaran fisika dengan menerapkan metode pembelajaran quantum learning (QL) dengan menggunakan alat peraga sederhana pada konsep suhu dan kalor dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas XI MIPA 3 SMAN 7 Kota Bengkulu. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas belajar siswa pada siklus berikutnya. Skor rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar 28 dalam kategori cukup, kemudian meningkat pada siklus II yaitu menjadi 32 dalam kategori baik, kemudian meningkat lagi pada siklus III yaitu menjadi 35 dalam kategori baik.
  2. Pembelajaran fisika dengan menerapkan metode pembelajaran quantum learning (QL) dengan menggunakan alat peraga sederhana pada konsep suhu dan kalor dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI MIPA 3 SMAN 7 Kota Bengkulu, yaitu pemahaman  konsep dengan nilai rata-rata siklus I sebesar 77,26 siklus II sebesar 81,95 dan siklus III sebesar 85,81. Daya serap siswa siklus I sebesar 77,00%, siklus II sebesar 82,00%, dan siklus III sebesar 86,00%, dan ketuntasan belajar siklus I sebesar 61,11 %, siklus II sebesar 75,00% dan siklus III sebesar 94,44%. Untuk hasil belajar kinerja ilmiah siswa dapat dilihat peningkatannya yaitu siklus I sebesar 18 dalam kategori cukup sedangkan pada siklus II sebesar 21 dalam kategori baik dan pada siklus III sebesar 24 dalam kategori sangat baik.

Daftar Pustaka

A’la, Miftahul. 2010. Quantum Teaching. Yogyakarta: Diva Press.

Agus Irianto. 2007. Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Kencana

Arikunto, Suharsimi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara

Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Karya

Asmani, Jamal Ma’ruf. 2009. Manajemen Strategis Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: DIVA Press

Bobbi dePorter, dkk. 2005. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa. Bowersox.

Depdiknas .2003. Undang-undang RI No.20 tahun 2003.tentang sistem pendidikan nasional

Deporter. 2010. Quantum teaching (Mempraktikkan Quantum Learning di. Ruang-Ruang Kelas). Bandung : Penerbit Kaifa.

Ernawati dan Leasa. 2013. Penerapan Pendekatan Quantum Teaching Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Min I Batu Merah Ambon. .(Online). http://ejournal.unpatti.ac.id/. Eksperimen Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Di SMA. Bandung. Rosdakarya.

Hamalik, Oemar. 2010. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Hamdayana, Jumanta. 2014. Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter. Jakarta: Ghalia Indonesia

Supriyati. 2011. Metodologi Penelitian.Bandung: Labkat press.DePorter & Hernacki Arifin

Zulaikha. 2014. Pengaruh Size, Leverage, Profitability, Capital Intensity Ratio Dan Komisaris Independen Terhadap Effective Tax Rate (Etr). Semarang: Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

You cannot copy content of this page